Jakarta, TERBITINDO.COM-Hilirisasi Nikel di Indonesia masih menjadi perbincangan serius. Bukan saja dampak positifnya, tapi yang dipersoalkan dampak negatif. Catatan ini perlu diangkat karena menimbulkan pro kontra di tengah masyarakat. Salah satunya dampak lingkungan yang menimbulkan berbagai pertentangan oleh masyarakat di sekitar lingkungan kawasan industri.
Hilirisasi Nikel pada dasarnya sangat bermanfaat untuk kesejahteraan rakyat.
Sebagimana amanat Pasal 33 UUD 1945, terutama dalam menggunakan sumber daya alam yakni untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Artinya harus dilakukan secara adil, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan.
Namun, pelaksanaannya masih belum sepenuhnya selaras dengan prinsip tersebut, karena lebih fokus pada orientasi ekonomi, mengabaikan dampak lingkungan dan kurang memaksimalkan kemaslahatan rakyat.
Dalam catatan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) data kerusakan lingkungan akibat hilirisasi nikel mencakup deforestasi luas (mencapai 723 ribu hektar di Sulteng dan 4.449,22 hektar di Luwu Timur), yang menimbulkan pencemaran air dan udara, hilangnya keanekaragaman hayati, serta dampak ekologis seperti banjir dan longsor di wilayah sekitar proyek.
Data ini menunjukkan bahwa proyek hilirisasi nikel telah merusak bentang alam darat, pesisir, dan laut, serta menyebabkan bencana ekologis di Sulawesi, Maluku Utara, dan daerah lainnya.
Jika merujuk contoh tersebut, proyek Hilirisasi Nikel selama ini tidak baik, karena mengabaikan konstitusi. Padahal, sejatinya, Hilirisasi Nikel sangat baik jika dilakukan dengan cara yang baik dan benar sesuai amanat konstitusi. Jika dibiarkan dan tidak ditindak maka akan menimbulkan dampak yang lebih besar dan tentu merugikan negara.
Oleh karena itu, investor atau pihak perusahaan perlu melakukan pengkajian terlebih dahulu. Serta wajib mengikuti aturan sesuai konstitusi dan menjalankan semua aturan dan memenuhi kewajiban hilirisasi berbasis ramah lingkungan. Hal ini menjadi mutlak agar tidak menimbulkan dampak negatif.
Ramah Lingkungan
Hilirisasi ramah lingkungan adalah proses mengolah sumber daya alam menjadi produk bernilai tambah dengan cara yang meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan, seperti dengan menggunakan teknologi hijau, menerapkan praktik berkelanjutan, dan mengurangi emisi.
Tujuannya adalah untuk mencapai kemakmuran ekonomi sekaligus menjaga kelestarian lingkungan. Contohnya adalah penggunaan smelter berteknologi efisien yang meminimalkan limbah atau pengembangan teknologi energi terbarukan.
Memperhatikan aspek lingkungan menjadi kunci utama sebelum proyek dilakukan. Ditekankan kembali bahwa, pengkajian wajib dilakukan sehingga tidak menimbulkan aspek lain yang berdampak negatif pada masyarakat dan lingkungan hidup.
Beberapa aspek yang wajib dilakukan yakni menerapkan atau menggunakan teknologi yang lebih bersih dan efisien, seperti smelter yang dilengkapi sistem pengolahan limbah dan pengolahan air limbah (Wastewater Treatment) untuk mengurangi polusi.
Kemudian dalam pengelolaan limbah wajib
menerapkan sistem pengelolaan limbah yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Hal ini menjadi catatan penting karena selama ini yang dilakukan hanya sekadar membayar kompensasi kerugian lingkungan.
Kemudian hal lain yang harus diperhatikan adalah bagaimana menjalankan pertambangan yang baik (Good Mining Practice). Pihai investor atau perusahaan harus menerapkan kaidah ramah lingkungan sejak awal hingga akhir proses produksi, bukan hanya “greenwashing” atau kebohongan praktik ramah lingkungan.
Kemudian hal yang tak kalah pentingnya adalah melibatkan masyarakat. Dalam banyak praktek pertambangan di Indonesia masyarakat diabaikan dan hak mereka tak terpenuhi. Secara khusus mereka yang langsung berada di kawasan pertambangan.
Padahal keterlibatan masyarakat sangat penting sehingga tidak menimbulkan pertentangan atau perlawanan. Menjadikan masyarakat sebagai bagian dari proses hilirisasi, sehingga lingkungan yang digunakan untuk kegiatan industri dikelola dengan baik demi kepentingan bersama.
Berkolaborasi dengan masyarakat atau komunitas lokal sangat penting untuk memastikan proyek memenuhi kebutuhan mereka dan melestarikan warisan budaya. Melibatkan masyarakat juga dalam upaya pelestarian lingkungan seperti reforestasi.
Selain catatan di atas, hal lain yang juga menjadi perhatian dalam hilirisasi Nikel adalah niat dan upaya untuk menjaga kelestarian lingkungan. Karena itu, wajib hukumnya untuk melakukan restorasi lahan. Memperbaiki lahan bekas tambang agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya, seperti dijadikan lahan pertanian atau kawasan industri menjadi hijau kembali.
Jika itu bisa dilakukan dampaknya tentu sangat bermanfaat yakni mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Dengan mematuhi kewajiban dan mengikuti regulasi tentu dapat menimbulkan dampak positif diantaranya tidak adanya pencemaran, membangun hubungan yang lebih baik dengan masyarakat sekitar dan tentu menjaga reputasi perusahaan.
Dengan demikian Hilirisasi Nikel yang dilakukan berbuah baik, yang berdampak bagi kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan pendapatan negara. Semoga proyek hilirisasi Nikel yang sedang dan akan dilakukan wajib menjalankan beberapa catatan di atas untuk menjaga kelestarian lingkungan dan menjaga keutuhan bumi.
G. Borlak
(Mahasiswa Doktoral Universitas Negeri Jakarta, Program Ilmu Kependudukan dan Lingkungan Hidup)





