Membakar Simbol, Membakar Makna: Luka Kultural di Tanah Papua

by -88 Views
Mario Mere

TERBITINDO.COM-Pembakaran mahkota adat Papua yang terbuat dari bulu burung cenderawasih oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua bersama sejumlah oknum TNI bukan hanya tindakan keliru secara administratif, tetapi juga bentuk pelecehan terhadap simbol kultur dan identitas Orang Asli Papua (OAP). Tindakan tersebut melukai martabat budaya dan mengabaikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat adat Papua.

Mahkota adat — baik yang terbuat dari bulu burung cenderawasih maupun kasuari — tidak sekadar hiasan kepala. Ia adalah penanda kehormatan, identitas sosial, dan penghubung spiritual antara manusia, leluhur, dan alam. Dalam berbagai upacara adat, mahkota dipakai untuk menandai posisi seseorang, sekaligus menghormati leluhur dan semesta. Karena itu, membakarnya berarti meniadakan makna yang jauh lebih dalam dari sekadar bentuk fisik.

Kebudayaan sebagai Jaringan Makna

Dalam pandangan antropolog Clifford Geertz, kebudayaan bukan hanya benda, tetapi “jaringan makna” yang dijalin manusia untuk memberi arti pada kehidupannya. Jika pandangan ini diterapkan pada konteks Papua, maka mahkota adat adalah simpul dari jaringan makna tersebut — simbol yang menyatukan manusia Papua dengan identitas dan nilai-nilai yang diwariskan turun-temurun.

Pembakaran mahkota berarti membakar salah satu simpul dari jaringan itu. Ia bukan sekadar kehilangan benda, tetapi kehilangan simbol yang menghubungkan masa lalu, kini, dan masa depan masyarakat adat. Dengan kata lain, tindakan itu mencederai memori kolektif dan rasa memiliki terhadap kebudayaan sendiri.

Dalam kerangka Pierre Bourdieu, mahkota adat juga dapat dipahami sebagai cultural capital — modal budaya yang memberikan legitimasi dan status sosial di tengah komunitas adat. Ketika simbol seperti ini dihancurkan, yang rusak bukan hanya artefak, tetapi juga tatanan sosial yang mengatur penghormatan dan kehormatan dalam masyarakat.

Kekeliruan dalam Cara Pandang

Tindakan membakar benda adat juga menunjukkan cara pandang yang reduksionis terhadap kebudayaan. Pandangan birokratis yang melihat benda adat semata-mata sebagai “barang hasil sitaan” mengabaikan konteks simbolik dan spiritualnya. Kebudayaan tidak bisa direduksi menjadi administrasi; ia adalah ekspresi hidup masyarakat yang mesti diperlakukan dengan penghormatan dan pemahaman.

Sebetulnya, benda-benda adat tidak harus dimusnahkan. Ia bisa disimpan dengan baik, didokumentasikan, atau dikembalikan kepada pemiliknya secara terhormat. Dalam logika budaya, penyimpanan benda adat berarti menjaga nilai, bukan meniadakan. Membakar benda adat justru menandakan ketidaktahuan terhadap prinsip dasar penghormatan terhadap keragaman budaya bangsa.

Tanggung Jawab Moral dan Solidaritas Sosial

Indonesia dibangun di atas pengakuan terhadap keanekaragaman budaya, sebagaimana tertuang dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Karena itu, setiap tindakan yang merendahkan simbol budaya, terlebih milik masyarakat adat adalah bentuk pengingkaran terhadap dasar moral kebangsaan itu sendiri.

Sebagai organisasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan sosial, PP PMKRI mendesak Pangdam XVII/Cenderawasih dan BBKSDA Papua untuk memberikan klarifikasi resmi dan bertanggung jawab atas tindakan yang mencederai nilai-nilai budaya tersebut.

Kami juga mengajak seluruh cabang PMKRI di tanah Papua untuk bersatu menyikapi persoalan ini secara bermartabat, dengan semangat solidaritas dan keberpihakan pada masyarakat adat.

Menjaga Simbol, Menjaga Martabat

Mahkota adat Papua bukan sekadar benda dari bulu burung. Ia adalah mahkota martabat manusia Papua. Ketika simbol itu dilecehkan, maka yang terbakar bukan hanya bulu cenderawasih, melainkan juga rasa hormat terhadap keberagaman yang menjadi jantung kebangsaan kita.

Sudah saatnya negara belajar untuk tidak hanya melindungi burung cenderawasih sebagai satwa langka, tetapi juga menghormati manusia dan budaya yang telah menjaga maknanya selama berabad-abad.

 

Mario Mere
(Ketua Lembaga Ekologi dan Masyarakat Adat
Pengurus Pusat PMKRI).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

No More Posts Available.

No more pages to load.