Aksi Kamisan ke-876: Dua Dekade Luka Munir, Tuntutan Keadilan yang Tak Pernah Padam

by -678 Views

Jakarta, TERBITINDO.COM– Ribuan orang kembali memadati kawasan Istana Merdeka, Kamis (4/9/2025), dalam Aksi Kamisan ke-876. Agenda mingguan yang konsisten digelar sejak 2007 itu kali ini bertepatan dengan 21 tahun kematian pejuang HAM Munir Said Thalib.

Massa hadir untuk mengenang sekaligus menegaskan bahwa keadilan atas pelanggaran HAM di Indonesia masih terus digantung tanpa kepastian.

Mengusung tema “Mengenang 21 Tahun Pembunuhan Munir: Indonesia Darurat Kekerasan dan Ketidakadilan”, para peserta mulai berkumpul sejak pukul 15.00 WIB di Jalan Medan Merdeka Barat. Mereka kompak mengenakan pakaian hitam sebagai simbol duka sekaligus perlawanan terhadap impunitas.

Spanduk besar bertuliskan “Reset Indonesia” dan “Indonesia Darurat Kekerasan” terpasang mencolok di pembatas jalan. Selebaran dengan seruan “Keadilan untuk Munir” hingga “Tuntutan Rakyat 17+8” dibagikan, menegaskan bahwa aksi ini bukan sekadar rutinitas, melainkan perlawanan simbolis rakyat yang menolak dilupakan.

Payung hitam, ikon khas Aksi Kamisan, kembali mengembang di tengah teriknya cuaca Jakarta. Selain menjadi pelindung dari panas, payung itu telah menjelma lambang perlawanan senyap yang diwariskan hampir dua dekade.

Suara lantang hadir dari orasi keluarga korban, mahasiswa, hingga aktivis. Seorang orator menyerukan: “Sudah 21 tahun sejak Munir dibunuh, tetapi negara masih gagal memberikan keadilan. Kita tidak hanya mengenang, kita menuntut pertanggungjawaban!”
Seruan itu kembali mengingatkan publik pada tragedi pembunuhan Munir dengan racun arsenik dalam penerbangan Garuda Indonesia rute Jakarta–Amsterdam, 7 September 2004. Meski sempat ada proses hukum, aktor utama kasus tersebut tak pernah tersentuh.

Selain orasi, puisi-puisi perjuangan dibacakan, mengingatkan bahwa kasus pelanggaran HAM di negeri ini masih jauh dari tuntas. Munir, yang pernah membela korban penculikan aktivis 1998 serta pelanggaran HAM di Aceh, Papua, hingga Timor Timur, tetap menjadi simbol keberanian menghadapi kejahatan negara.

Aksi berlangsung tertib dengan pengawalan aparat kepolisian tanpa gesekan. Seperti tradisi Kamisan sebelumnya, suara yang disampaikan bukan dengan kekerasan, melainkan dengan diam yang penuh makna.

Aksi Kamisan ke-876 bukan sekadar peringatan 21 tahun wafatnya Munir. Lebih dari itu, ia menjadi pengingat bahwa perjuangan menuntut keadilan bagi korban pelanggaran HAM masih terus hidup. Setiap Kamis, payung-payung hitam akan selalu terbuka, menjadi saksi bahwa luka sejarah bangsa tidak akan sembuh tanpa kebenaran. (ns)