Jejak Kasus Setya Novanto: Hukuman Dipangkas oleh MA

by -803 Views

Jakarta, TERBITINDO.COM – Mahkamah Agung (MA) secara mengejutkan mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali (PK) dari mantan Ketua DPR, Setya Novanto. Dalam putusan ini, hukuman penjara Setya yang sebelumnya 15 tahun, dipangkas menjadi 12,5 tahun.

Putusan kontroversial ini menyita perhatian publik, mengingat keterlibatannya dalam mega korupsi proyek Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) yang merugikan negara triliunan rupiah.

PK yang dikabulkan ini dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Surya Jaya, bersama dua hakim anggota dan seorang panitera.

Selain pengurangan masa tahanan, majelis juga menjatuhkan denda Rp 500 juta atau subsider enam bulan kurungan.

Setya diwajibkan mengganti kerugian negara sebesar USD 7,3 juta (sekitar Rp 118,2 miliar), dikurangi kompensasi Rp 5 miliar yang sudah diserahkan ke KPK.

Ia juga kehilangan hak politik untuk menduduki jabatan publik selama 2,5 tahun setelah bebas.

Awal Mula Perkara: Setya Jadi Tersangka

Pada 17 Juli 2017, KPK menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka. Ia dituduh mengatur alokasi anggaran proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun dan bersekongkol dalam pengaturan lelang bersama Andi Narogong. Negara disebut mengalami kerugian hingga Rp 2,3 triliun akibat aksi ini.

Langkah Hukum Pertama: Gugatan Praperadilan

Setya melawan. Ia mendaftarkan gugatan praperadilan pada 4 September 2017. Hasilnya mengejutkan—29 September, Hakim Cepi Iskandar mengabulkan gugatan itu dan menyatakan penetapan tersangka oleh KPK tidak sah karena dilakukan terlalu dini dan menggunakan bukti lama.

KPK Tidak Diam: Tersangka Lagi, Mangkir Lagi

Tak gentar, KPK membuka penyidikan baru. Meski dipanggil, Setya dua kali absen dari pemeriksaan. Pada 10 November 2017, ia kembali ditetapkan sebagai tersangka. Surat perintah dikirim ke rumahnya, namun upaya hukum terus berhadapan dengan penghindaran.

Drama Buron dan Kecelakaan

15–17 November jadi momen penuh drama. Setya mangkir tiga kali dan dinyatakan sebagai buron. Saat penyidik menggerebek rumahnya pada malam 15 November, ia tak ditemukan. Keesokan harinya, mobil yang ditumpanginya menabrak tiang listrik di Permata Hijau. Ia kemudian “dirawat” di RS Cipto Mangunkusumo dan akhirnya resmi ditahan oleh KPK pada 17 November.

Perkara Dipercepat, Sidang Dimulai

Berkas kasus Setya dinyatakan lengkap pada 5 Desember dan segera dilimpahkan ke pengadilan. Sidang praperadilan kedua hanya berlangsung sebentar karena gugur saat sidang pokok perkara dimulai pada 13 Desember 2017.

Eksepsi Ditolak: Dakwaan Tetap Berlaku

Pada 4 Januari 2018, upaya kuasa hukum Setya untuk menggugurkan dakwaan jaksa kandas. Hakim menyatakan dakwaan sah menurut hukum, menandai babak baru dalam pengadilan kasus ini.

Nama-nama Besar Disebut di Sidang

Sidang saksi pada 25 Januari 2018 memunculkan nama mantan Presiden SBY yang disebut oleh saksi Mirwan Amir atas dorongan pengacara Setya. Demokrat tak tinggal diam, tudingan ini berujung laporan pencemaran nama baik terhadap pihak yang menuding.

Tawarkan Diri Jadi Justice Collaborator

Februari–Maret 2018, Setya terlihat sibuk mencatat nama-nama tokoh di ruang sidang, termasuk Nazaruddin dan Ibas. Pada 22 Maret, ia bahkan menangis, meminta maaf pada publik, dan menawarkan diri sebagai justice collaborator dengan menyebut nama Puan Maharani dan Pramono Anung. Namun, jaksa menolak karena keterangan yang diberikan dianggap tidak memenuhi syarat.

Tuntutan dan Puisi dari Kolong Meja

Pada 29 Maret, jaksa menuntut Setya 16 tahun penjara plus denda Rp 1 miliar. Dalam pembelaannya, ia menyebut peran mantan Mendagri Gamawan Fauzi lebih besar dan membacakan puisi “Di Kolong Meja” karya Linda Djalil—sebuah upaya menyentuh simpati yang tak banyak mengubah hasil akhir.

Vonis Berat dan Kewajiban Mengembalikan Uang

Pada 24 April 2018, Pengadilan Tipikor resmi menjatuhkan vonis 15 tahun penjara, denda Rp 500 juta, dan kewajiban membayar kembali USD 7,3 juta. Setya terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan dalam kasus e-KTP yang menyedot perhatian nasional.

Melarikan Diri dari RS, Ketahuan Belanja

Tak berhenti di pengadilan, pada 14 Juni 2019, publik kembali dikejutkan saat Setya “kabur” dari RS Santosa Bandung dengan dalih membayar tagihan. Ia tertangkap tengah belanja bahan bangunan di Padalarang bersama istrinya. Setelah itu, ia dipindahkan ke Lapas Gunung Sindur dengan pengamanan super maksimum.

Upaya PK Terakhir: Alasan dan Harapan

Pada 28 Agustus 2019, Setya Novanto mencoba satu langkah terakhir: mengajukan PK ke MA. Pengacaranya, Maqdir Ismail, menyatakan adanya bukti baru (novum), perbedaan putusan sebelumnya, dan kekhilafan hakim sebagai dasar permohonan. Bertahun-tahun berselang, MA akhirnya mengabulkan sebagian permohonan itu, memangkas hukumannya. (Abet)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

No More Posts Available.

No more pages to load.