Jakarta,TERBITINDO.COM– Rencana pembangunan ratusan vila mewah di Pulau Padar, Manggarai Barat, NTT, memicu penolakan keras dari berbagai kalangan. Proyek yang digarap PT Komodo Wildlife Ecotourism (KWE) dengan konsesi selama 55 tahun itu mencakup 619 unit vila, restoran, spa, kapel pernikahan, gym, hingga fasilitas wisata lainnya.
Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni, menyebut KWE sudah mengantongi izin sejak 2014. Meski regulasi memperbolehkan zona tertentu untuk ekowisata, ia menegaskan pembangunan harus ramah lingkungan, tanpa beton permanen, melainkan dengan konstruksi knockdown. Hingga kini, proyek fisik belum berjalan karena masih menunggu peninjauan UNESCO dan konsultasi publik.
Namun, Aliansi Komodo Memanggil (AKM) menilai proyek tersebut mengancam keberlanjutan Taman Nasional Komodo (TNK) dan kehidupan masyarakat lokal.
“Pembangunan ini bukan hanya merusak habitat komodo, tapi juga merampas ruang hidup warga,” tegas Koordinator AKM, Doni Parera, Rabu (10/9/2025).
Alasan Penolakan
AKM mengajukan beberapa dasar keberatan:
-
Status konservasi – Pulau Padar merupakan bagian warisan dunia UNESCO yang wajib dilindungi.
-
Ketidakadilan agraria – Dari luas 1.400 hektar, KWE menguasai 274 hektar hingga 2069, sementara 2.000 warga hanya menempati 26 hektar.
-
Indikasi korupsi kebijakan – Izin usaha dinilai minim transparansi, tanpa konsultasi publik, dan lebih berpihak pada pemodal besar.
-
Monopoli pariwisata – Sejumlah perusahaan besar yang terkait dengan Tomy Winata dan Setya Novanto disebut menguasai akses utama Pulau Padar, membuat pelaku lokal tersingkir.
Sorotan UNESCO dan Ancaman Serius
Dalam sidang ke-47 di Paris (Juli 2025), Komite Warisan Dunia UNESCO memberi peringatan keras agar Indonesia memastikan model pariwisata berkelanjutan dan sejalan dengan rekomendasi IUCN, mengingat status komodo sebagai satwa terancam punah.
AKM menilai jika proyek tetap berjalan, risiko yang mengintai mencakup:
-
Kerusakan habitat komodo dan satwa endemik.
-
Hilangnya lanskap alami Pulau Padar.
-
Ketidakadilan sosial-ekonomi yang semakin memarginalkan warga lokal.
-
Potensi hilangnya status Warisan Dunia UNESCO.
Desakan untuk Pemerintah
AKM menuntut KLHK segera mencabut izin usaha KWE, mengevaluasi ulang zonasi TN Komodo, membuka dokumen AMDAL secara transparan, serta menghentikan monopoli bisnis wisata.
“Pariwisata harus berbasis komunitas, ramah lingkungan, dan memberi manfaat langsung bagi masyarakat, bukan hanya segelintir pemodal,” ujar Doni.
Jejak Konglomerat di Balik Proyek
Dokumen perusahaan mengungkap dominasi jaringan bisnis Tomy Winata melalui PT Adhiniaga Kreasinusa sebagai pemegang saham mayoritas KWE sejak 2023. Sementara itu, keluarga Setya Novanto juga disebut memiliki keterkaitan melalui kepemilikan saham minoritas dan jabatan strategis di perusahaan.
Keterlibatan dua tokoh ini memperkuat dugaan bahwa arah bisnis Pulau Padar lebih berpihak pada kepentingan konglomerat dan elit politik, ketimbang masyarakat lokal. (abet)







