NTT, TERBITINDO.COM – Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Johanis Asadoma, menekankan urgensi pengembangan energi panas bumi sebagai langkah strategis untuk memperkuat ketahanan energi sekaligus menjaga kelestarian lingkungan.
Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam diskusi publik bertajuk “Pengembangan Geothermal di Pulau Flores” yang berlangsung di Aula Rektorat Undana, Kamis (4/9/2025).
Menurut Asadoma, energi panas bumi memiliki keunggulan dibandingkan sumber energi terbarukan lain seperti air, angin, atau surya, karena mampu menyediakan pasokan listrik berkelanjutan.
“Pemanfaatan energi panas bumi adalah strategi tepat untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil sekaligus mendukung target Net Zero Emission (NZE),” tegasnya.
Pulau Flores sendiri telah ditetapkan sebagai “Pulau Panas Bumi” melalui Keputusan Menteri ESDM Nomor 2268 K/30/MEM/2017 dengan potensi mencapai 820 MW. Dari total potensi panas bumi di NTT sebesar 1.149 MW, saat ini baru 18 MW (1,56 persen) yang termanfaatkan.
NTT memiliki delapan Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP), di antaranya Atadei (40 MWe), Gunung Sirung (152 MWe), Mataloko (75 MWe), Oka Ile Ange (50 MWe), Sokoria (196 MWe), Ulumbu (112,5 MWe), Nage (40 MWe), dan Wae Sano (50 MWe). Potensi ini menunjukkan ruang pengembangan yang masih sangat luas.
Namun, hingga kini kapasitas listrik panas bumi di Flores baru 18 MW melalui PLTP Ulumbu dan PLTP Sokoria, sementara kebutuhan listrik mencapai 104,2 MW dengan beban puncak 99,14 MW. Cadangan yang hanya sekitar 5,06 MW membuat sistem kelistrikan Flores rentan terganggu.
Pemerintah pusat dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034 menargetkan pengembangan panas bumi sebesar 177 MW di Flores. Realisasi program ini diharapkan menjadikan sistem kelistrikan Flores lebih andal, ramah lingkungan, dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.
Meski prospeknya besar, Asadoma menilai masih ada tantangan, seperti pemahaman masyarakat yang terbatas, kebutuhan kepatuhan teknis dan lingkungan dalam pembangunan proyek, hingga minimnya informasi yang memunculkan keraguan publik.
“Kita berharap diskusi publik ini dapat menghadirkan solusi agar tata kelola pengembangan panas bumi di Flores lebih transparan serta memperhatikan aspek sosial, budaya, dan ekologi,” ujarnya.
Ia pun mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk bersinergi dan konsisten mendorong pemanfaatan energi panas bumi.
“Mari kita bersama-sama memastikan energi panas bumi memberi manfaat nyata bagi masyarakat sekaligus menjaga kelestarian alam,” tutup Asadoma. (abet)





