Jakarta, TERBITINDO.COM, Gelombang kritik terhadap pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kian menguat.
Dalam situasi yang dinilai semakin genting, Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PP PMKRI) Periode 2024–2026 menyampaikan pernyataan sikap resmi di Jakarta,
PMKRI menyoroti sederet kebijakan yang lahir sejak awal kepemimpinan Prabowo–Gibran. Mereka menilai kebijakan itu bukan hanya berpotensi mengancam kedaulatan negara, tetapi juga semakin menjauhkan rakyat dari rasa keadilan.
“Kenaikan PPN, pemangkasan dana transfer ke daerah, program Makan Bergizi Gratis (MBG), hingga rencana pembukaan 20 juta hektare hutan adalah kebijakan yang lebih menguntungkan elite, bukan rakyat. Kebijakan ini rawan monopoli, korupsi, serta kerusakan lingkungan,” demikian dikutip dari rilis yang diterima media ini, Jumat (29/8/2025).
Selain itu, pengesahan UU TNI Nomor 3 Tahun 2025 turut menuai sorotan tajam. PMKRI menilai aturan tersebut melemahkan supremasi sipil dan membuka jalan bagi campur tangan militer dalam urusan sipil.
Tak hanya soal regulasi, organisasi mahasiswa Katolik tertua di Indonesia itu juga menyoroti kondisi ekonomi yang kian sulit.
“PHK massal terjadi di berbagai sektor, daya beli masyarakat menurun, sementara para penguasa justru menaikkan gaji dan tunjangan DPR. Ironisnya, RUU yang mendesak bagi rakyat seperti RUU Masyarakat Adat dan RUU PRT tak kunjung dibahas.”
Tragedi terbaru yang menewaskan seorang pengemudi ojek online akibat ditabrak kendaraan taktis Brimob pada 28 Agustus 2025 makin mempertebal kekecewaan publik terhadap aparat keamanan. PMKRI mengecam keras tindakan represif tersebut.
“Kami menuntut pengadilan terbuka bagi anggota Brimob yang terlibat, serta mendesak agar 600 demonstran yang ditahan di Polda Metro Jaya segera dibebaskan. Penahanan itu mencederai hak konstitusional warga negara,” demikian tuntutan lain PMKRI.
PMKRI juga menuntut Presiden untuk segera mencopot Kapolri Jenderal Listyo Sigit karena dianggap gagal mengubah wajah represif kepolisian.
Mereka menolak pembukaan 20 juta hektare hutan, meminta pembatalan program MBG yang dinilai rawan rente, serta mendesak pencopotan menteri maupun wakil menteri yang masih rangkap jabatan.
“Jika pemerintah terus mengabaikan suara rakyat, legitimasi kekuasaan akan semakin rapuh. PMKRI berdiri bersama masyarakat sipil untuk menjaga demokrasi agar tidak kembali mundur ke masa gelap.”***
