Jakarta, TERBITINDO.COM – Setelah hampir sebulan menjadi misteri, penyebab kematian diplomat Kementerian Luar Negeri, Arya Daru Pangayunan, akhirnya berhasil diungkap.
Polda Metro Jaya memastikan bahwa tidak ada unsur keterlibatan pihak lain dalam peristiwa tragis yang sempat menghebohkan publik ini.
Kerja teliti tim forensik dan ahli psikologi forensik membuktikan pentingnya pendekatan ilmiah dan kajian perilaku untuk mengurai kasus kematian yang ganjil.
Pada awal Juli lalu, publik Ibu Kota digegerkan oleh kabar meninggalnya Arya Daru Pangayunan. Diplomat muda tersebut ditemukan tak bernyawa di kamar kosnya di kawasan Menteng, Jakarta Pusat.
Peristiwa yang terjadi pada Selasa, 8 Juli 2025 itu memicu spekulasi liar, mengingat kondisi jasadnya yang menimbulkan berbagai pertanyaan.
Namun, setelah melakukan penyelidikan mendalam selama tiga pekan, Polda Metro Jaya resmi mengumumkan hasil investigasi pada Selasa, 29 Juli 2025.
Dalam konferensi pers di Jakarta, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Wira Satya Triputra, menegaskan bahwa kematian Arya Daru tidak mengandung unsur pembunuhan.
Kombes Wira Satya Triputra merinci sejumlah temuan penting yang mendukung kesimpulan tersebut. Salah satunya adalah sidik jari Arya yang terdeteksi pada lakban kuning yang membungkus wajahnya.
Barang bukti itu ditemukan lewat pemeriksaan forensik di lokasi. Catatan pembelian juga mengungkap bahwa lakban tersebut dibeli Arya bersama istrinya di Yogyakarta, jauh sebelum kejadian.
Tidak ada jejak DNA lain pada lakban maupun sprai di kamar, sehingga polisi menyimpulkan Arya sendiri yang melilitkan lakban di wajahnya.
Pihak kepolisian juga menepis kemungkinan orang lain masuk ke kamar. Kondisi plafon utuh tanpa kerusakan, dan kunci kamar tak menunjukkan tanda dibongkar paksa.
Semua bukti fisik mendukung dugaan bahwa tak ada orang lain di kamar saat Arya mengembuskan napas terakhir.
Hasil digital forensik pun tidak menemukan komunikasi mencurigakan atau unsur ancaman yang mengarah pada tindakan kriminal.
Kesimpulan ini diambil melalui metode scientific crime investigation, memadukan teknologi forensik modern dengan pemeriksaan mendalam, mulai dari autopsi, jejak digital, hingga riwayat komunikasi korban.
Sebanyak 24 saksi turut diperiksa, meski dua orang di antaranya tak bisa hadir. Proses ini menunjukkan bagaimana kepolisian semakin memanfaatkan pendekatan ilmiah dan data digital dalam menuntaskan kasus kematian misterius.
Kontribusi Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia (Apsifor) juga berperan penting. Ketua Umum Apsifor, Nathanael E. J. Sumampouw, menjelaskan bahwa Arya memiliki kecenderungan memendam tekanan emosionalnya, yang menjadi faktor risiko serius terkait kondisi mentalnya.
Temuan ini mendukung bukti fisik di lapangan dan menegaskan pentingnya kerja sama lintas disiplin antara aparat penegak hukum dan ahli psikologi dalam membongkar motif di balik kasus kematian non-kriminal.
Arya Daru ditemukan pertama kali oleh penjaga kos pada pukul 08.00 WIB di kamar 105 Guest House Gondangdia, Menteng.
Kondisi korban saat ditemukan semakin menambah kesan misterius: kepala dililit lakban, tubuh terbaring di kasur, dan diselimuti rapat.
Kapolres Jakarta Pusat, Kombes Susatyo Purnomo Condro, memastikan tidak ada tanda kekerasan lain di tubuh Arya selain lakban di kepala yang menjadi bukti kunci kesimpulan ilmiah pihak berwenang. (ns)






