MK Putuskan Pileg DPRD dan Pilkada Digelar Serentak Dua Tahun Usai Pelantikan Presiden

by -699 Views

Jakarta, TERBITINDO.COM – Mahkamah Konstitusi (MK) menerbitkan keputusan penting yang membawa perubahan besar dalam tata kelola pemilu Indonesia.

Pemilihan legislatif tingkat daerah dan pemilihan kepala daerah akan digelar bersamaan, tapi tidak lagi seiring dengan pemilu nasional.

Jadwalnya kini ditetapkan dua tahun setelah Presiden dan DPR dilantik.

Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) resmi menetapkan kebijakan baru yang akan mengubah pola pemilu nasional secara signifikan.

Dalam putusan yang dibacakan pada Kamis (26/6/2025), MK menyatakan bahwa Pemilihan Legislatif (Pileg) untuk DPRD tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota akan digabung pelaksanaannya dengan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Kedua jenis pemilu ini akan digelar dua tahun setelah pelantikan Presiden dan DPR. Langkah ini dianggap sebagai solusi strategis untuk memperbaiki manajemen pemilu di Indonesia, yang selama ini dinilai terlalu kompleks dan membebani penyelenggara.

Dalam amar putusan tersebut, MK menegaskan pentingnya pemisahan antara pemilu tingkat nasional dan pemilu lokal.

Pemilu Presiden, DPR, dan DPD tetap akan digelar secara serentak. Namun, pelaksanaan Pileg untuk DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota serta Pilkada akan dijadwalkan secara tersendiri, dengan jeda waktu paling cepat dua tahun setelah pelantikan Presiden dan DPR.

Dengan format ini, pemilihan DPRD akan bersamaan dengan pemilihan kepala daerah seperti Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

Ini menjadi perbedaan besar dibanding pola sebelumnya di mana semua pemilihan legislatif—termasuk DPR, DPD, dan DPRD—berlangsung bersamaan dengan Pilpres, sementara Pilkada menyusul belakangan.

Perludem Sebagai Pemohon

Putusan ini merupakan hasil dari permohonan uji materi yang diajukan oleh Yayasan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

Gugatan ini dimotori oleh Ketua Yayasan Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati dan Bendahara Perludem Irmalidarti.

Mereka mempermasalahkan ketentuan dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada, yang dinilai tidak sejalan dengan prinsip dasar konstitusi dan semangat demokrasi yang sehat.

Permohonan ini menyoroti urgensi pengaturan ulang jadwal pemilu agar lebih adil dan efisien secara sistemik.

Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, kecuali dimaknai bahwa pemilihan anggota DPRD dan kepala daerah harus dilakukan dalam waktu paling cepat dua tahun dan paling lambat dua tahun enam bulan setelah pelantikan Presiden dan DPR.

Selain itu, MK juga menyatakan Pasal 3 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2015 bertentangan dengan UUD 1945, kecuali bila dimaknai bahwa Pilkada dan Pileg lokal harus diselenggarakan secara serentak secara nasional dalam rentang waktu yang sama.

Reformasi besar dalam jadwal pemilu ini diyakini akan membawa sejumlah manfaat. Pertama, pengelolaan teknis pemilu akan menjadi lebih efisien karena beban kerja penyelenggara dapat dibagi rata.

Kedua, pemisahan waktu antara Pilpres dan pemilu lokal diperkirakan dapat mengurangi efek “ekor jas”—fenomena di mana popularitas calon presiden mempengaruhi hasil Pilkada atau Pileg lokal.

Selain itu, format baru ini juga diyakini dapat memperkuat kemandirian pemilih dalam menentukan pilihan politik di tingkat daerah, serta membuka ruang lebih luas untuk pendidikan politik yang lebih mendalam dan terarah.

Dengan perubahan ini, Indonesia bersiap menghadapi babak baru dalam sejarah demokrasinya. Kombinasi antara efisiensi tata kelola dan pematangan proses politik lokal diharapkan bisa membawa kualitas demokrasi yang lebih baik di masa depan. (Ns)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

No More Posts Available.

No more pages to load.