1 Juta Sarjana Menganggur: Potret Suram di Tengah Mimpi Indonesia Emas

by -1072 Views
Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi

Jakarta, TERBITINDO.COM — Di balik optimisme meraih “bonus demografi” menuju Indonesia Emas 2045, awan gelap pengangguran justru membayangi.

Data menunjukkan, lebih dari satu juta sarjana kini terjebak dalam antrean panjang tanpa kepastian pekerjaan.

Ironi ini menjadi sorotan tajam Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi, yang menilai aliran dana triliunan rupiah untuk pendidikan seolah tak mampu membebaskan para lulusan dari jeratan pengangguran.

Bagi politisi ini, fakta satu juta sarjana menganggur di tahun 2025 adalah tamparan keras di tengah mimpi manis bonus demografi.

Di saat jutaan penduduk usia produktif seharusnya menjadi motor penggerak ekonomi, kenyataannya justru terkatung-katung tanpa pekerjaan.

“Lebih dari sejuta sarjana menganggur, ini ironi besar di balik jargon Indonesia Emas,” tegas Nurhadi lantang, Selasa (8/7/2025).

Pernyataannya seolah membongkar kenyataan pahit: potensi generasi produktif tak akan berarti apa-apa jika sinkronisasi pendidikan dengan dunia industri terus buntu.

Sementara Menteri Ketenagakerjaan Yassierli, dalam keynote speech di Kajian Tengah Tahun Indef 2025 (2/7/2025), menegaskan fakta di lapangan: dari total angkatan kerja 153,05 juta orang, 7,28 juta masih menganggur — setara 4,76 persen.

Ironinya, di antara jutaan penganggur, terdapat lebih dari sejuta sarjana, ratusan ribu lulusan diploma, jutaan lulusan SMK dan SMA, hingga jutaan lulusan SD dan SMP.

Angka-angka ini membuktikan bahwa gelar akademik tak otomatis membuka pintu pekerjaan.

Padahal, anggaran pendidikan yang dikucurkan tak main-main. Tahun 2025, Rp76,4 triliun digelontorkan untuk pendidikan nasional, dengan Rp4,7 triliun khusus membenahi infrastruktur kampus negeri.

Namun, menurut Nurhadi, semua itu percuma jika tak disertai terobosan agar lulusan benar-benar terserap dunia kerja.

“Kita sedang di titik absurd — negara habiskan triliunan, tapi hasilnya justru antrean pengangguran. Sampai kapan pura-pura tidak melihat bahwa link and match pendidikan dengan industri macet?” sindirnya.

Bom Waktu Sosial

Nurhadi bahkan menyebut situasi ini ibarat ‘panen sarjana di ladang kosong’. Masalahnya bukan semata ekonomi, tapi juga potensi ledakan sosial.

Jika terus dibiarkan, jutaan sarjana menganggur bisa menjadi bom waktu yang mengancam stabilitas sosial dan meruntuhkan kepercayaan masyarakat pada nilai pendidikan.

Ia mendesak pemerintah melakukan reformasi mendasar: pendidikan vokasi harus disesuaikan dengan kebutuhan industri masa depan, digitalisasi rekrutmen tenaga kerja dipercepat, dan relasi pendidikan-industri dijembatani lewat kebijakan konkret.

Di sisi lain, Menaker Yassierli mengakui tantangan kualitas tenaga kerja masih besar.
Mayoritas pekerja — 85 persen — masih didominasi lulusan SMA dan SMK.

Untuk mengatasi ini, pemerintah menggulirkan program Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih yang ditargetkan mencapai 80.000 unit pada akhir 2025.

Dengan perkiraan 25 tenaga kerja per kopdes, pemerintah yakin skema ini bisa menampung lebih dari 2 juta orang.

“Kalau koperasi diberi modal lebih besar, daya serapnya bisa meluas,” kata Yassierli optimistis.

Namun, di tengah angka dan program, satu pertanyaan besar menggantung: apakah bonus demografi akan jadi anugerah atau malah bencana?

Jika dunia pendidikan dan industri tak juga selaras, mimpi Indonesia Emas bisa berakhir hanya di lembar rencana.

Peringatan Nurhadi dan data Menaker adalah sinyal darurat. Tinggal bagaimana semua pihak mau berbenah — sebelum jutaan sarjana kehilangan harapan di tanah airnya sendiri. (enjo)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

No More Posts Available.

No more pages to load.