Jakarta, TERBITINDO.COM – Upaya hukum mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto, kembali mencuat setelah kuasa hukumnya, Maqdir Ismail, mengungkap adanya bukti baru (novum) dalam permohonan Peninjauan Kembali (PK) kasus korupsi proyek e-KTP.
Salah satu novum tersebut berasal dari kesaksian seorang agen Federal Bureau of Investigation (FBI) asal Amerika Serikat, Jonathan E Holden.
“Kesaksian di pengadilan Amerika, yang melibatkan istri Johanes Marlim dan beberapa krediturnya, menyebutkan tidak ada aliran dana dari Marlim ke Pak Setnov,” ujar Maqdir di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025).
Kesaksian itu dinilai penting karena menyangkal dugaan keterlibatan Setya Novanto dalam alur dana e-KTP dari luar negeri.
Selain itu, Maqdir juga membeberkan novum lain berupa data transaksi antara dua terdakwa lain dalam kasus yang sama, yakni Anang Sugiana Sudihardjo dan Made Oka Masagung. Menurutnya, transaksi jual beli perangkat senilai 3,5 juta dolar AS itu tidak menunjukkan keterlibatan Setya Novanto.
“Transaksi itu murni urusan mereka berdua. Dari data yang kami ajukan, tidak ada benang merah ke Pak Novanto. Tapi justru transaksi itu dijadikan dasar pembuktian,” jelasnya.
Lebih lanjut, Maqdir menyoroti posisi Setya Novanto saat proyek e-KTP berlangsung. Ia menjelaskan bahwa kliennya saat itu masih menjadi anggota Komisi III DPR, bukan Komisi II yang memiliki kaitan langsung dengan Kementerian Dalam Negeri selaku pelaksana proyek.
“Proyek e-KTP itu di bawah Kemendagri, dan Komisi II yang membidanginya. Sementara Pak Novanto saat itu duduk di Komisi III. Jadi tidak relevan jika dikaitkan,” tegasnya.
Dalam pernyataannya, Maqdir juga menilai bahwa Setya Novanto seharusnya sudah bebas. Ia menjelaskan bahwa dengan hukuman yang telah dipotong dari 15 tahun menjadi 12,5 tahun, serta adanya remisi dan ketentuan 2/3 masa hukuman, Setya semestinya sudah memenuhi syarat pembebasan bersyarat.
“Kalau dihitung, 3/4 dari 12,5 tahun itu sekitar 7 sampai 8 tahun. Dengan remisi dan lainnya, beliau seharusnya sudah bisa bebas,” ucap Maqdir menutup pernyataannya.
Sebagai informasi, Mahkamah Agung (MA) telah mengabulkan PK yang diajukan oleh Setya Novanto.
Melalui putusan tersebut, hukumannya dipangkas menjadi 12,5 tahun penjara dari semula 15 tahun.
Namun demikian, Setya tetap diwajibkan membayar denda sebesar Rp500 juta subsider enam bulan penjara, serta sisa uang pengganti senilai Rp49 miliar, subsider dua tahun kurungan.
Selain itu, hak politik Setya Novanto juga dicabut selama dua tahun enam bulan setelah ia menyelesaikan masa hukumannya.
Putusan ini diketok oleh majelis hakim yang diketuai Surya Jaya pada 4 Juni 2025, dengan anggota Sinintha Yulianingsih dan Sigid Triyono, serta panitera pengganti Wendy Pratama Putra. (ns)
