Selisih Proyeksi Subsidi Listrik 2026: PLN dan ESDM Cari Titik Temu

by -809 Views

Jakarta, TERBITINDO.COM – Perbedaan proyeksi subsidi listrik tahun 2026 antara PT PLN (Persero) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencuat dalam rapat bersama Komisi VII DPR RI.

Di tengah ketidakpastian kondisi makroekonomi, kedua pihak menyatakan akan menyelaraskan data demi kepastian anggaran yang lebih akurat.

PT PLN (Persero) secara terbuka mengakui adanya perbedaan pandangan dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait proyeksi subsidi listrik untuk tahun 2026.

Hal tersebut disampaikan Direktur Retail dan Niaga PLN, Adi Priyanto, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR RI yang turut dihadiri pihak Kementerian ESDM, pada Senin (30/6/2025).

Dalam pemaparannya, Adi menjelaskan bahwa PLN memperkirakan kebutuhan subsidi listrik tahun 2026 sebesar Rp100,7 triliun, dengan volume konsumsi listrik mencapai 81,561 terawatt hour (TWh).

Ia menekankan bahwa angka tersebut didasarkan pada proyeksi internal PLN sesuai kondisi operasional dan estimasi konsumsi energi tahun depan.

“Ini yang tadi agak beda dengan Pak Jisman, yaitu terkait proyeksi 2026. Ini kami akan menyesuaikan sesuai dengan forecast, kami merencanakan sebesar Rp100,7 triliun untuk 2026, sedangkan untuk volumenya adalah 81,561 TWh,” ujar Adi dalam rapat.

Sementara itu, dalam rapat yang sama, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jisman Hutajulu, menyampaikan proyeksi yang lebih variatif dengan rentang antara Rp97,37 triliun hingga Rp104,97 triliun, tergantung pada parameter makroekonomi.

Berdasarkan simulasi skenario makro, jika inflasi berada pada level bawah 1,5 persen, harga minyak mentah Indonesia (ICP) sebesar 60 dolar AS per barel, dan kurs Rp16.500 per dolar AS, maka subsidi diperkirakan hanya sebesar Rp97,37 triliun.

Namun, jika kondisi ekonomi lebih berat — inflasi mencapai 3,5 persen, ICP naik ke 80 dolar AS per barel, dan kurs melemah ke Rp16.900 — maka subsidi bisa naik hingga Rp104,97 triliun.

Sinkronisasi Data

Melihat perbedaan tersebut, Adi menyatakan bahwa pihaknya akan melakukan sinkronisasi data dengan Kementerian ESDM demi mencari angka yang lebih presisi dan dapat dipertanggungjawabkan.

“Nah ini mungkin perlu kita sinkronkan bersama karena tadi Pak Jisman kan range gitu, mudah-mudahan nanti mendekati tepat lah gitu apabila kami merencanakan 100,7 triliun ini,” tambahnya.

Proyeksi subsidi listrik tahun 2026 akan dialokasikan untuk sekitar 44,88 juta pelanggan, terutama masyarakat miskin dan rentan yang menggunakan daya 450 VA dan 900 VA.

Selain itu, sektor usaha kecil, industri kecil, dan fasilitas sosial juga termasuk penerima manfaat subsidi.

“Subsidi listrik itu diberikan kepada rumah tangga miskin dan rentan,” ujar Jisman, menegaskan fokus keberpihakan pemerintah pada kelompok ekonomi lemah.

Untuk tahun 2025, outlook subsidi listrik juga mengalami penyesuaian. Jisman menyebutkan bahwa potensi realisasi subsidi dapat mencapai Rp90,32 triliun, atau lebih tinggi sekitar Rp2,6 triliun dari alokasi dalam APBN 2025 sebesar Rp87,72 triliun.

Kenaikan ini didorong oleh fluktuasi harga minyak dan nilai tukar rupiah yang sulit diprediksi.

“Kurs dan ICP ini sangat volatile dan tidak bisa kita kendalikan. Bapak-Ibu bisa melihat dari Rp14.000 kemudian di Rp15.000, Rp16.000, dan seperti itu,” kata Jisman.

Per Mei 2025, realisasi penyerapan subsidi listrik telah mencapai Rp35 triliun. Penjualan listrik nasional juga menunjukkan peningkatan, dari 71 TWh pada 2024 menjadi proyeksi 76,63 TWh pada tahun ini.

Angka tersebut mengindikasikan tren konsumsi listrik yang terus tumbuh seiring pemulihan ekonomi dan meningkatnya aktivitas masyarakat serta pelaku usaha. (Abet)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

No More Posts Available.

No more pages to load.