AJI Dorong Hari Kemerdekaan Pers Nasional Gantikan Hari Pers Nasional

by -3548 Views
Ketua Umum AJI Indonesia Nany Afrida saat berbicara dalam diskusi Hari Pers Nasional

Jakarta, TERBITINDO.COM – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) kembali menegaskan sikapnya menolak Hari Pers Nasional (HPN) yang diperingati setiap 9 Februari.

Menurut AJI, HPN selama ini lebih bersifat seremonial dan tidak inklusif karena hanya berpusat pada perayaan hari lahir Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), tanpa merepresentasikan kepentingan seluruh insan pers di Indonesia.

Ketua Umum AJI Indonesia, Nany Afrida, menegaskan bahwa peringatan hari pers seharusnya tidak sekadar seremoni, tetapi menjadi momentum untuk membahas isu kesejahteraan jurnalis, ancaman kekerasan, dan kerentanan pekerja media.

Oleh karena itu, AJI mengusulkan penggantian HPN dengan Hari Kemerdekaan Pers Nasional yang dirayakan setiap 23 September, bertepatan dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

“Dari dulu AJI menolak HPN karena sifatnya eksklusif dan cenderung seremonial. Kami ingin ada peringatan yang lebih inklusif dan benar-benar merepresentasikan kebebasan pers,” ujar Nany dalam diskusi publik bertajuk “Hari Pers Nasional: Kepentingan dan Sejarah yang Dipertanyakan” di Kantor AJI Jakarta, Senin, 10 Februari 2025.

HPN dan Dualisme PWI

Tahun ini, perayaan HPN semakin menimbulkan polemik akibat dualisme kepemimpinan di tubuh PWI. Dua versi kepengurusan PWI menggelar HPN di lokasi berbeda—pihak Hendry Ch Bangun di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, sementara kubu Zulmansyah Sekedang di Pekanbaru, Riau.

Seiring perkembangan industri media, organisasi pers di Indonesia kini semakin beragam. Hingga 2025, Dewan Pers memiliki 11 konstituen, di antaranya AJI, PWI, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), dan Serikat Media Siber Indonesia (SMSI).

Dengan lanskap pers yang semakin luas, AJI menilai sudah saatnya peringatan hari pers nasional mencerminkan kebebasan dan keberagaman, bukan hanya kepentingan satu organisasi.

Meninjau Ulang Sejarah HPN

HPN pertama kali ditetapkan oleh Presiden Soeharto melalui Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1985. Penetapan ini bertepatan dengan hari lahir PWI pada 9 Februari 1946. Namun, pada era itu, pemerintah hanya mengakui PWI sebagai satu-satunya organisasi pers yang sah.

Seiring reformasi dan lahirnya UU Pers tahun 1999, ekosistem media di Indonesia semakin berkembang dengan munculnya berbagai organisasi jurnalis dan perusahaan pers. Karena itu, AJI menilai bahwa dasar hukum penetapan 9 Februari sebagai HPN sudah tidak relevan dan perlu direvisi.

Pada 2018, AJI bersama IJTI pernah mendesak Dewan Pers untuk mengubah tanggal peringatan HPN agar lebih mencerminkan semangat kebebasan pers. Mereka juga meminta Presiden Joko Widodo mencabut Keppres Nomor 5 Tahun 1985 yang dianggap tidak lagi sesuai dengan perkembangan dunia pers saat ini.

Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, turut mengakui pentingnya menjadikan peringatan hari pers lebih inklusif. “Kebebasan pers juga berarti kebebasan menentukan hari peringatan pers, tanpa harus bergantung pada keputusan pemerintah,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Komisi Penelitian, Pendataan, dan Ratifikasi Pers Dewan Pers, Atmaji Sapto Anggoro, menyatakan bahwa peringatan HPN selama ini lebih mengutamakan kepentingan PWI dibandingkan membahas isu-isu fundamental seperti kesejahteraan jurnalis dan kebebasan pers.

“Sayangnya, perayaan HPN saat ini lebih menonjolkan hari lahir PWI, padahal seharusnya ini menjadi momentum refleksi bagi seluruh insan pers,” kata Sapto.

Dengan semakin menguatnya dorongan untuk perubahan, AJI berharap Hari Kemerdekaan Pers Nasional dapat menjadi simbol kebebasan pers yang lebih substansial dan inklusif bagi seluruh jurnalis dan pekerja media di Indonesia. (Enjo)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

No More Posts Available.

No more pages to load.