Hari Paru Sedunia 2025: Seruan Hentikan Rokok dan Atasi Polusi Udara

by -483 Views

Jakarta, TERBITINDO.COM – Peringatan Hari Paru Sedunia yang jatuh setiap tanggal 25 Sept ember kembali menjadi momentum penting untuk menegaskan betapa vitalnya peran paru-paru dalam menopang kehidupan manusia.

Tahun ini, tema global yang diusung adalah “Healthy Lungs, Healthy Life” atau dalam bahasa Indonesia, “Paru Sehat, Hidup Sehat”.

Tema tersebut menjadi pengingat bahwa menjaga kesehatan paru bukan hanya urusan individu, melainkan tanggung jawab bersama masyarakat, tenaga kesehatan, institusi pendidikan, hingga pembuat kebijakan.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menegaskan, Hari Paru Sedunia bukan sekadar seremonial, tetapi momen untuk mendorong aksi nyata dalam menekan beban penyakit paru di Tanah Air.

Organisasi ini menyerukan agar kesadaran masyarakat terhadap kesehatan paru semakin ditingkatkan, sekaligus memperkuat kebijakan pencegahan, diagnosis dini, dan pengobatan penyakit yang menyerang organ vital tersebut.

Penyakit Paru di Indonesia

Indonesia hingga kini masih menghadapi tantangan besar terkait tingginya angka penyakit paru. Data World Health Organization (WHO) menunjukkan, setiap tahun terdapat lebih dari satu juta kasus baru tuberkulosis (TBC) dengan angka kematian melampaui 100 ribu jiwa.

Pneumonia juga menjadi ancaman serius dengan korban lebih dari 50 ribu jiwa setiap tahunnya.

Sementara itu, kanker paru menduduki posisi puncak sebagai penyebab kematian tertinggi akibat kanker, dengan lebih dari 30 ribu kasus baru dan 20 ribu kematian per tahun.

Tak hanya itu, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) diderita sekitar 9 juta orang, sementara asma dialami oleh lebih dari 12 juta penduduk.

Kasus infeksi jamur paru (mikosis paru) juga meningkat, khususnya pada pasien dengan sistem kekebalan tubuh lemah, pasien HIV/AIDS, hingga penyintas TBC dengan kerusakan jaringan paru.

Bahkan penyakit akibat pajanan kerja—seperti pneumokoniosis dan penyakit paru interstitial akibat debu dan zat kimia—turut memperparah tingginya beban kesehatan di Indonesia.

Rokok Jadi Ancaman Terbesar

Di antara semua faktor risiko, rokok masih menjadi penyumbang terbesar masalah kesehatan paru.

Survei Kesehatan Indonesia 2023 mencatat jumlah perokok aktif di Indonesia mencapai 70 juta orang, dengan prevalensi lebih dari 70% pada laki-laki.

Ironisnya, 56,5% di antaranya adalah remaja berusia 15–19 tahun. Rokok konvensional maupun elektrik (vape) kian mengkhawatirkan karena dipasarkan dengan gencar kepada generasi muda.

Ketua Umum PDPI, dr. Arif Riadi, menegaskan bahwa rokok telah menelan korban jiwa lebih dari 268 ribu orang setiap tahun di Indonesia.

“Baik rokok konvensional maupun elektrik, keduanya sama-sama mematikan. Rokok bukan solusi, melainkan masalah baru yang semakin memperburuk kesehatan paru,” ujarnya dalam konferensi pers virtual, Kamis (25/9/2025).

Dari sisi ekonomi, rokok pun meninggalkan jejak kerugian besar. Laporan Health Care Cost of Smoking tahun 2019 menunjukkan biaya kesehatan langsung akibat rokok mencapai Rp17,9–27,7 triliun per tahun, sebagian besar dibebankan kepada BPJS Kesehatan.

Jika dihitung keseluruhan dampak langsung maupun tidak langsung, beban biaya akibat rokok menembus Rp410 triliun, jauh melampaui pemasukan negara dari cukai rokok yang hanya mencapai Rp216,9 triliun pada tahun 2024.

Selain rokok, faktor lingkungan juga memberi tekanan besar terhadap kesehatan paru masyarakat.

Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat setidaknya 487 kasus kebakaran hutan dan lahan terjadi sepanjang tahun 2023.

Asap pekat yang ditimbulkan menambah daftar panjang risiko penyakit paru, terutama pada anak-anak dan kelompok rentan.

Polusi udara perkotaan, yang bersumber dari emisi kendaraan bermotor, industri, hingga pembakaran biomass rumah tangga, semakin memperparah kondisi.

Tingginya kadar partikel halus (PM 2,5) dikaitkan dengan meningkatnya kasus sesak napas, batuk kronis, hingga kematian prematur.

Ditambah lagi, perubahan iklim dengan suhu ekstrem dan kelembapan tinggi membuat infeksi pernapasan lebih mudah menyebar, sekaligus memperburuk penderita penyakit paru kronis.

Menghadapi situasi ini, PDPI menekankan pentingnya langkah preventif yang komprehensif.

Pencegahan dapat dilakukan melalui imunisasi, edukasi kesehatan, regulasi ketat kawasan tanpa rokok, hingga kenaikan cukai tembakau.

Di sisi lain, perkembangan inovasi medis mulai dimanfaatkan untuk menyelamatkan pasien penyakit paru berat, termasuk riset terapi sel punca, terapi oksigen hiperbarik, intervensi paru seperti bronkoskopi dan stent, hingga pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan dan telemedicine untuk terapi personal yang lebih cepat dan terjangkau.

Seruan Bersama

Sekretaris Umum PDPI, dr. Alfian Nur Rosyid, menegaskan bahwa menjaga kesehatan paru bukan hanya tugas tenaga medis, tetapi tanggung jawab bersama.

Ia mengajak masyarakat untuk berhenti merokok, menggunakan masker di area berpolusi, rutin berolahraga, menjaga pola makan sehat, serta segera memeriksakan diri jika mengalami gejala pernapasan seperti batuk kronis atau sesak napas.

“Paru yang sehat adalah dasar kehidupan yang sehat. Mari wujudkan Indonesia dengan udara lebih bersih, bebas asap rokok, dan layanan kesehatan paru yang merata,” tegasnya.

PDPI juga menyerukan kolaborasi dengan pemerintah, DPR, organisasi masyarakat, tokoh publik, dan media massa untuk memperkuat regulasi udara bersih serta memperluas akses layanan kesehatan paru di seluruh pelosok negeri.

Peringatan Hari Paru Sedunia 2025 menjadi alarm nyata bahwa kesehatan paru harus menjadi prioritas bersama.

Di tengah tingginya ancaman rokok, polusi udara, dan dampak perubahan iklim, langkah konkret dari seluruh lapisan masyarakat menjadi kunci.

Paru sehat berarti hidup sehat—dan momentum ini adalah saat yang tepat untuk memulai perubahan menuju Indonesia yang lebih bersih, sehat, dan bebas dari beban penyakit paru.***