Jakarta, TERBITINDO.COM – Sengketa kepemilikan dan pengelolaan Sekolah HighScope Rancamaya antara Yayasan Bina Tunas Abadi (YBTA) dan Yayasan Perintis Pendidikan Belajar Aktif (YPPBA) kian memanas.
YBTA, yang sejak tahun 2008 resmi mengelola sekolah tersebut, menegaskan bahwa seluruh legalitas operasional sekolah tetap berada di bawah kewenangannya.
Pernyataan ini disampaikan oleh kuasa hukum YBTA, Chandra Goba, dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (14/8/2025).
Menurutnya, bukti legalitas tersebut meliputi akta pendirian yayasan, Surat Keputusan Kementerian Hukum dan HAM, serta izin operasional dari Dinas Pendidikan yang hingga kini masih berlaku.
“Sejak awal, seluruh legalitas sekolah berada di bawah YBTA dan kami menjalankan tugas ini dengan penuh tanggung jawab,” tegas Chandra.
YBTA yang terdaftar di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi sebagai pemilik sekaligus pengelola sekolah, menyebut langkah YPPBA mengambil alih pengelolaan dilakukan secara sepihak dan tanpa dasar hukum yang sah.
Tidak ada putusan pengadilan maupun surat kuasa resmi yang memberi wewenang kepada YPPBA untuk mengambil alih aset, staf, maupun arus keuangan sekolah.
Chandra juga memaparkan kerja sama sebelumnya dengan PT HighScope Indonesia dilakukan dalam bentuk sublisensi yang diklaim memiliki afiliasi dengan HighScope Educational Research Foundation (HSERF) di Amerika Serikat.
Namun, penelusuran di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kemenkumham menemukan fakta bahwa tidak pernah ada perjanjian lisensi resmi antara HSERF dan YPPBA maupun PT HighScope Indonesia, sebagaimana diwajibkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2018.
“Ada indikasi penggunaan nama ‘HighScope’ dilakukan tanpa sepengetahuan dan persetujuan pemilik merek di AS,” ujarnya.
YBTA juga menyoroti bahwa HSERF di AS hanya menyelenggarakan pendidikan untuk jenjang anak usia dini (TK). Sementara jenjang SD, SMP, dan SMA yang menggunakan nama HighScope di Indonesia bukan bagian dari sistem resmi HSERF.
“Ini penting diketahui orang tua murid. Kami menahan diri membuka SMP dan SMA sampai kejelasan hukum benar-benar ada,” tambah Chandra.
Fokus pada Kualitas Pendidikan
Saat ini, Sekolah HighScope Rancamaya di bawah pengelolaan YBTA hanya menyelenggarakan TK dan SD yang telah mengantongi akreditasi A.
YBTA menegaskan komitmennya menjaga mutu pendidikan sembari menunggu kepastian hukum terkait lisensi dan kurikulum internasional.
Menariknya, pada 2 Mei 2024, Presiden HSERF Alejandra Baraza dilaporkan mengirim surat resmi yang meminta YPPBA mengembalikan pengelolaan sekolah kepada YBTA. Kesepakatan sempat dicapai pada 6 Mei 2024, namun hingga kini YPPBA belum menjalankannya.
YBTA menduga sengketa ini menjadi alasan hilangnya nama Indonesia dari daftar International Institutes di situs resmi www.highscope.org, yang dapat mengindikasikan pencabutan pengakuan HSERF terhadap pihak di Indonesia.
Sebagai tindak lanjut, YBTA kini berkoordinasi dengan Asosiasi Franchise Indonesia (AFI) dan pihak internasional untuk menyelidiki dugaan pelanggaran merek dan lisensi.
“Proses ini bukan hanya soal kepemilikan, tapi soal menjaga transparansi dan kelayakan tata kelola pendidikan. Pendidikan bukan aset bisnis semata, melainkan amanah bagi masa depan generasi bangsa,” tegas Chandra.
Keterangan Ahli
Dalam persidangan hari ini, dihadirkan saksi fakta dari Dinas Pendidikan Kota Bogor serta ahli hukum perdata Gunawan Widjaja.
Gunawan menyatakan bahwa perjanjian antara YPPBA dengan YBTA batal demi hukum karena tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer).
Ia juga menilai somasi yang dilayangkan YPPBA tidak sesuai ketentuan, karena pokok perkara dalam somasi dan gugatan berbeda, sehingga somasi tersebut batal demi hukum.
Menurut Gunawan, dalil wanprestasi yang diajukan penggugat tidak dapat dibuktikan.
Poin-poin yang dituduhkan, mulai dari pembayaran utang, rencana pemindahan sekolah, laporan keuangan, tata kelola yang buruk, hingga pembocoran rahasia, dianggap tidak pernah terjadi dan tidak memiliki kekuatan mengikat.
Awak media sudah berusaha menghubungi kuasa hukum dari penggugat. Namun, pihak penggugat menolak memberikan keterangan lebih lanjut terkait pokok perkara yang disidangkan.
Dengan perkembangan ini, YBTA menegaskan akan terus memperjuangkan hak legalnya dan menjaga keberlangsungan pendidikan yang berkualitas bagi para siswa, tanpa mengorbankan kepentingan peserta didik di tengah sengketa hukum yang berlangsung.***
